Tak ada satu anak pun di dunia ini, ingin terlahir dalam keadaan yatim, atau jadi anak yatim piatu. Karena memang, tak ada yang tahu kapan kematian seorang ayah atau bapak terjadi. Semua urusan orang hidup, termasuk kematian itu urusan Allah. Sampai di sini, semua kita sangat tahu bahkan paham.
Tentu, bukan hal yang mudah, hidup berlima, dengan seorang ibu dan nenek yang telah renta. Hari-hari dilalui oleh Yunus (13 tahun) bersama dengan kedua adiknya, Fauzan (8 tahun) dan Agus (3 tahun) begitu berat
Ibunya hari ini menggantungkan nafkah dari mengumpulkan barang-barang bekas. Menjual di warung kecilnya, dan apapun itu asal bisa menghasilkan uang akan dilakukannya
Hidup tanpa seorang ayah bukan halangan bagi Yunus dan kedua adiknya untuk terus tumbuh menjadi anak yang cerdas, kreatif dan inspiratif. Ketiadaan sang ayah tidak lantas menjadikannya anak yang lemah serta mudah putus asa. Sebaliknya, ini justru menjadi tumpuan semangatnya agar senantiasa memberikan yang terbaik untuk orang-orang di sekitarnya
Yunus sebagai kakak tertua, merupakan seorang anak yang telaten dan memiliki semangat tinggi untuk terus hidup lebih baik ke depannya.
Di tengah keterbatasan sumber daya dan biaya yang ia alami, tidak lantas membuatnya jadi anak yang bergantung pada orang lain. Sebaliknya, semaksimal mungkin ia akan berjuang sendiri memenuhi kebutuhan hidupnya
Bagaimana tidak, meski ia adalah seorang anak dengan segala keterbatasannya, ia mampu menjadi anak yang pantang menyerah. Ia juga menjadi anak yang kreatif dan bisa mencari tambahan biaya untuk mencukupi kebutuhannya
Mengepul sampah plastik kerap Yunus lakukan demi membantu ibunya. “Saya tak mau ibu kesusahan sendirian, saya harus bantu. Saya ini anak pertama, punya tanggungjawab untuk membantu nafkah keluarga,” kata Yunus disela-sela kegiatannya.
© 2021 kotakinfak.id