WIZ - Makassar — Bertahun-tahun, Maryam membanting tulang seorang diri demi menghidupi keluarganya. Ia terpaksa melakoni berbagai pekerjaan berat semenjak ditinggal mati oleh suaminya 25 tahun yang lalu. Apapun pekerjaan ia terima, hanya untuk menebus sesuap nasi agar ia dan seorang anaknya tak sampai kelaparan. Anaknya bekerja sebagai tukang parkir.
Telapak tangannya begitu kasar. Saksi betapa beratnya pekerjaan yang dilakoni Maryam. Sehari-hari, ia hanya mampu mengumpulkan penghasilan dari panggilan dari para tetangga. Di usianya yang telah memasuki enam puluhan tahun, Maryam terpaksa harus turun tangan membantu perekonomian keluarga. Sebab ia merasa tidak enak jika hanya mengandalkan jerih payah anaknya itu apalagi ia telah berkeluarga.
“Ya biasanya cuma bisa diusahain. Penghasilannya juga tak menentu tergantung panggilan. Dicukup-cukupin saja,” ujar Maryam sambil menyunggingkan senyuman.
Maryam memang selalu tampak tersenyum di hadapan orang lain. Seakan menyembunyikan beban berat dalam hidupnya. Saat bulan Ramadan tiba, terkadang Maryam tak sengaja meneteskan air mata, melihat anak-anaknya tak mampu menyantap makanan enak seperti para tetangganya.
Bagi Maryam, segala beban derita dalam hidupnya merupakan cobaan yang harus dihadapi dengan kesabaran. Sebab baginya, ujian itu menguatkan. Mendorong semangat janda miskin ini, melalui program Tebar Sembako Nusantara, LAZIS Wahdah memberikan sembako kepada keluarga Maryam.
“Ini sebagai bentuk kepedulian kita terhadap para dhuafa, utamanya para janda miskin yang tetap mau bekerja keras demi keluarganya,” ujarnya.
© 2021 kotakinfak.id